Sabtu, 07 September 2019

Jalan-Jalan Murah ke Penang: Day 1 dan Review Menginap di Container Hotel Penang

Thanks to Air Asia, Traveloka, and my strong feet, I was be able to explore Penang with spending only around Rp 2 million. How come? Take a deep breath, grab some snacks, and go scrolling down this blog. Enjoy! :)

Tiket Pesawat
Gimana cara dapetin promo Air Asia? Jangan males untuk subscribe newsletter mereka dan pantau media sosialnya Air Asia (Facebook dan Instagram). Begitu ada promo, langsung cek di tanggal berapa mereka ada promo. Biasanya sih keberangkatan H-6 bulan sampai H-1 tahun, jadi ya gambling aja haha. Lucky us, kami dapat tiket Air Asia Penang-Jakarta (CGK) ONLY Rp 155.000 WOW. Tapi sayangnya, harga tiket Jakarta-Penang maskapai Air Asia untuk tanggal yang kami inginkan udah mahal, jadi kami cari di Traveloka. Syukurlah, di Traveloka pun ada promo diskon tiket pesawat, so tiket Jakarta (CGK)-Penang (Transit KL) maskapai Malindo Air Rp 531.000 saja. Total tiket pesawat PP Jakarta-Penang ONLY Rp 686.000 saja,. Bahagianya..

Hotel: Review Container Hotel Penang

Karena kami sudah terbiasa nginep di bunkbed, so di perjalanan kali ini pun kami cari hotel yang bunkbed aja. Selain karena murah, kami juga bisa ketemu sama wisatawan mancanegara lainnya. Setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya pilihan jatuh ke Container Hotel Penang. Lokasinya di Jalan Gat Chulia, dekat Jetty. Kenapa pilihan kami jatuh ke Container Hotel Penang?




Pertama, harganya murah cuuy, ONLY Rp 100.000/malam (harga Traveloka) dengan fasilitas di atas ekspektasi. Bunkbednya berbentuk kapsul dan ada tirainya. Walaupun dalam 1 ruangan ada 8 kapsul (8 orang), privasi kita tetap terjaga. Dalam kapsul itu ada lampu, kasur (of course yesss), 2 bantal super empuk, selimut super nyaman, kaca, meja lipat kecil, kipas angin kecil, gantungan baju, colokan listrik, 1 air minum kemasan, handuk bersih, sikat gigi, dan pasta gigi. Listrik dalam kapsul akan tersedia setelah kita insert electricity card. Di ruangan yang isi 8 kapsul itu pun ada AC jadi gak perlu takut kepanasan di dalam kapsul. Oh iya, di bawah kapsul ada loker untuk nyimpen ransel/koper. Di luar ruangan juga ada loker untuk nyimpen sepatu. Kamar mandinya terpisah, dilengkapi dengan sabun cair, sampo, air hangat, dan hair dryer untuk bareng-bareng. Kalau ngerasa bosan di kamar, di hotel ini ada ruangan buat kumpul-kumpul. Di ruangan itu ada sofa, TV, mainan yang bisa dipake bareng-bareng (semacam UNO dll), rak penuh buku, dan dispenser (lumayan buat ngisi ulang botol minum haha). Oh iya, ada wifi yang lumayan cepat juga aksesnya.

Ruang santai di Container Hotel Penang
Kedua, tempatnya mudah diakses karena terletak di pinggir jalan besar. Transportasi umum yang bisa diandalkan di Penang itu Rapid Busnya dan halte si Rapid Bus itu ada di depan hotel persis. Kalaupun ada bus yang jalurnya gak lewat depan hotel, kita bisa jalan kaki sekitar 500 m ke terminal terdekat yaitu Jetty Terminal. Kurang enak apa tuh?

Ketiga, lokasinya strategis. Perasaan kalau mau kemana-mana tuh deket. Cari makan deket, cari masjid deket, cari tempat belanja deket, cari jodoh deket (oops). Strategis banget deh lokasinya. Nanti bakal dijelasin di cerita selanjutnya ya.

Gak ada ciptaan Tuhan yang sempurna. Selain ketiga kelebihan tadi, tentunya Container Hotel Penang punya kekurangan. Hotel ini gak menyediakan sarapan. Jadi untuk teman-teman yang buru-buru ngejar pesawat pagi, kalian harus cari sarapan sendiri. Selain itu kita juga harus ninggal deposit yang menurutku lumayan besar yaitu 50 RM (bakal dibalikin waktu check out). Ini bukti kalau postingan ini bukan hasil endorse haha.

(+) harga murah, fasilitas lengkap, ada tirai bunkbed untuk privasi, tempat strategis
(-) tidak menyediakan sarapan dan ada deposit 50 RM
Conclucion: will be back for sure

Day 1
CGK-PEN kami naik maskapai Malindo Air, keberangkatan pukul 09.35 dengan transit 1 kali di KUL. Begitu lolos imigrasi dan untuk pertama kalinya kami naik Malindo Air, kami agak kaget. Walaupun tidak mendapat fasilitas snack/makan, kami diberi free air mineral. Selain itu kita juga bisa nonton film atau sekadar mendengarkan musik lewat layar di seat depan kita. Walaupun maskapai low budget, tapi fasilitasnya lumayan juga.

Setelah 2 jam penerbangan, kami sampai di KUL. Jeda dengan pesawat selanjutnya (KUL-PEN) hanya 1 jam jadi kami ngebut menuju imigrasi dan gate berikutnya. Penerbangan KUL-PEN ditempuh selama 1 jam. Kami sampai di Penang International Airport sekitar pukul 14.00. No delay delay drama, alhamdulillah.

Pricelist Hotlink
Sesampainya di bandara, kami langsung mencari simcard. Begitu turun eskalator, sebelum pintu keluar utama, kalian akan menemukan konter simcard. Sayangnya, saat itu konter yang tersedia cuma 1, yaitu Hotlink. Karena kami stay di Penang hanya selama 4 hari, jadi kami beli simcard seharga 25 RM dengan kuota internet 1,8GB. Sinyalnya kuat, internetnya cepet dan kuotanya pun lebih dari cukup.




Halte Rapid Bus di Bandara Penang
Beres dengan simcard, kami menuju terminal bis. Begitu keluar bandara, belok kiri, kalian akan menemukan terminal bis yang dikenal dengan Rapid Bus. Rapid Bus ini salah satu transportasi umum andalan Penang. Untuk menuju hotel (daerah Gat Chulia), kami bisa naik bis nomor 401 atau 401E dengan biaya 2,7 RM. Ingat untuk selalu bawa uang pas ketika naik Rapid Bus karena mereka tidak menyediakan uang kembalian. Perjalanan dari bandara menuju hotel ditempuh sekitar 30 menit.

Kami turun di halte seberang Container Hotel Penang persis. Setelah check in dan selesai beres-beres, akhirnya kami jalan kaki menyusuri Georgetown untuk mencari makan malam. Awalnya kami jalan kaki ke Chulia Street Night Hawkers tapi sayangnya kami kesulitan mencari makanan halal. Akhirnya, kami menuju Restoran Kapitan dan nggak nyesel sama sekali! Makanan yang disajikan adalah masakan India dengan porsi besar dan cocok untuk lidah orang Indonesia yang terbiasa dengan masakan kaya rempah-rempah. Kami memesan chicken nasi briyani claypot (12,4 RM), taandori set garlic naan (11.1 RM), dan cheese naan (3 RM) *belum termasuk pajak. Perut kenyang dan hati tenang karena halal tentunya.

*Biaya yang dikeluarkan:
Akomodasi (hotel & pesawat)
-Pesawat CGK-PEN       : 531.000 rupiah
-Pesawat PEN-CGK       : 155.000 rupiah
-Container Hotel 3 mlm : 291.000 rupiah
                                        ______________
                                    Rp 977.000,-

Day 1 (khusus makan malam dibagi 2 orang)
-Sim card                    : 25 RM
-Bis bandara-hotel      :   2,7 RM
-Makan malam           : 15 RM
-Minum beli di Sevel :   3 RM
                                    ___________
                                     45,7 RM  (1 RM: Rp 3.400,-)

*Day 2-3 will be posted soon!

Jumat, 18 Agustus 2017

Liburan Hemat Bangkok Day 1 (Chinatown) & Day 2 (Grand Palace, Wat Pho, Wat Arun, Asiatique) dan Review Menginap di Glur Bangkok Hostel and Coffee Bar

Setelah tahun lalu dikasih kesempatan ke Bangkok gratis untuk ikut summer camp selama 10 hari, tahun ini alhamdulillah masih dikasih kesempatan balik lagi ke Thailand untuk liburan, yeay!! Kami bertiga cewek semua. Well, bisa dibilang, Thailand cukup aman kok untuk liburan para cewek. Orang-orang Thailand dengan senang hati membantu kita, walaupun tidak semuanya bisa berbahasa inggris. So, let's begin the story..

Day 1 (Bandara Don Mueang-Glur Hostel-Chinatown)
Perjalanan dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta ke Bandara Don Mueang Bangkok ditempuh selama 3 jam. Di dalam pesawat, kami bertiga diberi kertas untuk kepentingan imigrasi. Yang jelas kertas tersebut berisi tentang identitas kita, dimana kita menginap, dll. Kertas tersebut diberikan kepada petugas begitu kita sampai di bagian imigrasi.

Setelah beres dengan urusan imigrasi, kami langsung turun ke lantai 1 untuk mengambil barang dan membeli sim card. Gampang banget kok nemuin penjual sim card. Begitu keluar pintu kedatangan, dari sisi kanan kita akan langsung disambut dengan orang-orang yang ramai menjual sim card. Pada saat itu, kami membeli True Move sim card dengan harga 199 baht yang berisi kuota internet 1,5 gb untuk 7 hari. Kalau mau lebih hemat lagi bisa beli 1 sim card aja, lalu sharing bareng temen-temen. Oh iya, nanti sim card nya bisa dipasangkan sama petugas konternya, jadi jangan khawatir.

Setelah itu, kami langsung mencari kendaraan menuju hostel. Kami menginap di Glur Bangkok Hostel and Coffee Bar. Awalnya kami berniat untuk naik taksi bandara dari Bandara Don Mueang ke Glur Hostel. Taksi bandara ada di sisi kiri kita begitu keluar dari pintu bandara. Tapi harganya mahal banget, 800 baht! Akhirnya kami coba order Uber, dan voila, harganya jauh lebih murah. Ongkos Uber hanya 350 baht, ditambah 70 baht untuk ongkos tol. Jauh lebih murah dibanding taksi bandara.

Glur Hostel di lantai 1, perpaduan antara hostel dan kafe
Glur Hostel berada di gang jadi agak sulit mencarinya.
Saran: simpan kontak orang Glur jadi bisa hubungi kalau kita tersesat
Sedikit review tentang hostel ini, Glur Hostel terletak di Bang Rak. Walaupun berada di gang, namun lokasinya sangat strategis! Dekat dengan BTS Saphan Taksin, Dermaga Sathorn (Taksin) Pier, Robinson Mall, masjid, Sevel, dan juga banyak penjual makanan di sekitar hostel. Hostelnya juga bersih dan stafnya bisa bahasa inggris. Kami ambil female dorm dengan harga Rp 94.000,-/orang (kami booking lebih awal lewat Traveloka). Harga sudah include sarapan, dapat handuk bersih, fasilitas mandi, dan air minum gratis. 1 ruangan female dorm memiliki 4 tempat tidur tingkat (total 8 tempat tidur) yang dilengkapi dengan tirai, jadi saat tidur pun privasi kita tidak terganggu. Sayangnya, tempat untuk menaruh barang pribadi tidak dilengkapi dengan gembok, jadi kita harus bawa gembok sendiri. AC di dorm juga hanya dinyalakan dari malam hingga pagi saja. Tapi so far gak masalah sih karena kami selalu pergi pagi dan pulang malam. Selain itu, hostel ini hanya dilengkapi dengan tangga, jadi kalau bawa koper, lumayan olahraga buat naik ke female dorm yang ada di lantai 3 (fyi, Glur Hostel punya 7 lantai, jadi kalau dapat kamar di lantai 7, lumayan ngos-ngosan). Kami juga harus deposit 500 baht untuk dapat kunci kamarnya (deposit akan dikembalikan saat check out).

Setelah check in di hostel dan beristirahat sebentar, kami mencari makan siang di depan Glur Hostel. Kami menemukan foodcourt dan akhirnya membeli nasi goreng seharga 50 baht. Setelah itu, kami langsung menuju ke Chinatown. Dari Glur Hostel, kami berjalan kaki ke arah Dermaga Sathorn (Taksin) Pier. Dermaga berada di bawah BTS Saphan Taksin. Kami beli karcis di dermaga untuk kapal berbendera orange sebesar 14 baht. Fyi, kapal yang beroperasi di sungai Chao Phraya ditandai dengan bendera, tergantung lokasi yang akan dituju. Kalau mau murah bisa pakai kapal berbendera orange (jangan pakai tourist boat yang jelas lebih mahal). Untuk menuju Chinatown, kami naik kapal berbendera orange dan turun di Dermaga Rachawangse. Dari Dermaga Rachawangse, kami berjalan kaki sekitar 5 menit menuju Chinatown (kami menggunakan google maps).

Informasi Tujuan Boat Berdasarkan Warna Bendera
Sesampainya di Chinatown, kami langsung disambut oleh ramainya turis yang berburu street food khas Bangkok. Kami langsung mencoba mango sticky rice yang sangat terkenal di Bangkok itu. Cukup dengan harga 80 baht kami sudah bisa mencicipi mango sticky rice yang rasanya.. mantap. Sangat sangat sangat recommended untuk dicicipi. Setelah berkeliling, kami pun mencoba gurita yang disate lalu dibakar. Rasanya gurih dan enak! Apalagi kalau dicocol dengan saus asem pedas, mantap. Kami berhasil menikmatinya dengan membayar 100 baht. Karena porsinya cukup banyak, akhirnya gurita tersebut kami bagi untuk bertiga. Kenyang sekali rasanya setelah makan gurita tusuk. Dalam perjalanan pulang, kami ngiler melihat durian sticky rice dan akhirnya mencicipinya dengan harga 50 baht. Perut kenyang, hati senang. Kami bertiga pulang menuju hostel dengan taksi. Setelah nego panjang, akhirnya kami membayar 100 baht dari Chinatown ke Glur Hostel.

Mango sticky rice 80 baht (instagram.com/riskachang)

Gurita 100 baht (instagram.com/riskachang)

Berbagai macam seafood segar (instagram.com/riskachang)

Day 2 (Grand Palace-Wat Pho-Wat Arun-Asiatique)
Hari kedua saatnya untuk meng-explore tempat-tempat budaya yang khas "Thailand banget": Grand Palace, Wat Pho, dan Wat Arun. Ketiga tempat ini ada di 1 jalur jadi lebih baik dijelajahi dalam 1 hari. Selesai sarapan di Glur Hostel, kami bertiga menuju Dermaga Sathorn (Taksin) Pier dan naik kapal berbendera orange dengan harga 14 baht. Kami turun di Dermaga Tha Chang. Dari dermaga, kami berjalan melewati penjual oleh-oleh lalu sampai di seberang Grand Palace. Sekitar pukul 08.00 kami sudah sampai di Grand Palace (fyi, kalau mau ke Grand Palace lebih baik berangkat pagi karena kalau sudah siang, Grand Palace ruameee banget). Tapi, saat itu sedang ada acara untuk mendoakan mendiang Raja Bhumibol yang telah meninggal pada 2016 lalu. Ribuan rakyat Thailand berbondong-bondong menuju Grand Palace dengan memakai pakaian serba hitam. Kami merinding melihat besarnya rasa cinta rakyat Thailand terhadap mendiang Raja Bhumibol.

Masyarakat Thailand yang berbondong-bondong menuju Grand Palace dengan pakaian serba hitam
Kami baru diijinkan untuk memasuki kawasan Grand Palace pada pukul 08.30. Harga tiket masuk Grand Palace adalah sebesar 500 baht. Grand Palace berisi kuil-kuil yang sangat indah. Ornamen keramik dindingnya sangat detail dan menawan. Salah satu kuilnya berisi Emerald Buddha, dimana kita harus mencopot sepatu sebelum memasuki kuilnya dan tidak diperbolehkan mengambil foto. Tetapi, selain tempat itu, feel free to take photos. Oh iya, karena Thailand panasnya luar biasa kalau sudah di atas jam 10.00, jadi kami sarankan untuk bawa payung/topi/kacamata hitam dan jangan lupa pakai sunblock ya..




Cantiknya Grand Palace dipadukan dengan langit cerah
Setelah terpukau dengan kecantikan Grand Palace, kami berjalan kaki menuju Wat Pho. Hanya butuh waktu 5-10 menit saja untuk sampai di sana. Sepanjang perjalanan, kami membeli Nestea (yang self service) di Sevel dengan harga 14 baht. Nestea ini semacam teh tarik khas Thailand. Rasa manisnya enaak dan dijamin bikin kangen Thailand. Kami juga membeli buah potong di tengah perjalanan. Buah potong ini bisa ditemukan di banyak tempat di Thailand.

Buah potong, harga 20-50 baht (tergantung buah apa yang kamu beli)
Sesampainya di Wat Pho, kami membayar 100 baht untuk tiket masuknya. Di sini terdapat kuil kuil kecil dan The Reclining Buddha. Ornamen kuilnya juga tidak kalah cantik dengan ornamen di Grand Palace.
The Reclining Buddha

A selfie in Bangkok is a must!
Begitu selesai muter-muter Wat Pho, kami menuju Dermaga Tha Tien untuk menyebrang ke Dermaga Wat Arun. Lagi-lagi kami menunggu kapal berbendera orange dan cukup membayar 3,5 baht saja. Namun, sayang sekali Wat Arun sedang direnovasi, sehingga kamipun hanya berjalan-jalan di halaman kuil saja sambil melihat-lihat penjual oleh-oleh di sana. Fyi, bagi yang ingin membeli tas khas Thailand tapi tidak membawa banyak uang baht, bisa beli oleh-oleh tas di Wat Arun karena penjual tas di sana menerima uang rupiah lho. Lalu, dari Dermaga Wat Arun kami kembali naik kapal berbendera orange dan membayar 14 baht untuk kembali ke Glur Hostel

Setelah beristirahat beberapa jam di hostel, kami segera bersiap-siap menuju Asiatique. Dari Dermaga Sathorn (Taksin) Pier, kami menunggu kapal khusus menuju Asiatique. Untuk menaiki kapal tersebut kami tidak dikenakan biaya alias  free. Namun, kapal khusus tersebut berbeda dengan kapal pada umumnya. Kapal tersebut hanya bolak-balik dari Dermaga Sathorn (Taksin) Pier menuju Asiatique dan sebaliknya, sehingga pemberhentian kapalnya pun berbeda. Di Dermaga Sathorn (Taksin) Pier, kami cukup mencari tulisan 'Asiatique' dan di situlah kapal tersebut menunggu kami. Kapal ini beroperasi dari pukul 17.00 hingga pukul 23.00 (bisa dicek lagi di Dermaga Asiatique).

Asiatique adalah semacam gudang yang disulap menjadi tempat belanja sekaligus tempat untuk menikmati keindahan sungai Chao Phraya. Di sini, kamu bisa menemukan banyak tempat makan mulai dari snack, minuman, hingga makan berat.

Asiatique
Pemandangan sungai Chao Phraya dari Asiatique
Di sini terdapat banyak sekali penjual oleh-oleh khas Thailand, seperti kaos/pakaian lainnya (100-150 baht), tas (100-200 baht), gantungan kunci (100 baht dapat 5), hingga barang-barang bermerk khas Thailand lainnya. Salah satu kios yang recommended karena harganya murah dan penjualnya bisa berbahasa indonesia adalah kios Kon Fai. Kalau masuk ke Asiatique dari arah jalan raya (dari KFC), maka kios Kon Fai berada di kiri jalan (sebelah money changer). Di kios ini, kamu bisa menemukan pernak-pernik khas Thailand, seperti tas, gantungan kunci, tempelan kulkas, dompet, dll.

Di seberang kios Kon Fai (dari arah KFC lalu belok kanan) kamu akan menemukan kios penjual snack Thailand di sisi kiri. Kami berbelanja beberapa snack khas Thailand, seperti Nestea (90 baht), manisan mangga (200 baht), durian kering (180-200 baht), gurita kering (100 baht), siam banana (120-175 baht), pocky rasa mangga (100 baht dapat 10), mie instan MAMA (7 baht), dll,


Jenis snack yang dijual di Asiatique
 Mie ayam (?) di foodcourt halal seberang Asiatique. Porsinya cukup besar, 40 baht saja!
Setelah puas berbelanja, kami pun lapar. Kami menyeberangi jalan di seberang Asiatique, lalu berjalan ke kanan. Terdapat Sevel, masjid dan juga foodcourt makanan halal lho. Kami memesan semangkuk mie dengan ayam (semacam mie ayam?) hanya dengan harga 40 baht saja. Di sana juga ada beberapa penjual street food, seperti bakso bakar, gurita bakar, dll. Setelah lelah berkeliling, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke hostel menggunakan free shuttle boat dari Asiatique.


*Biaya yang dikeluarkan (khusus biaya Uber, gurita bakar, dan taksi dibagi 3 orang):
Day 1
-Sim card                                            : 199 baht
-Uber DMK-Glur (420/3)                  : 140 baht
-Makan siang (nasgor)                       : 50   baht
-Kapal ke Chinatown                         : 14   baht
-Mango sticky rice                             : 80   baht
-Gurita bakar (100/3)                         : 33   baht
-Durian sticky rice                             : 50   baht
-Taksi Chinatown-Glur (100/3)         : 33   baht
Day 2
-Kapal ke Grand Palace                     : 14 baht
-HTM Grand Palace                          : 500 baht
-Nestea                                               :14 baht
-Buah                                                 : 20 baht
-HTM Wat Pho                                  : 100 baht
-Kapal Wat Pho-Wat Arun                 : 3,5 baht
-Kapal Wat Arun-Glur                       : 14 baht
-Makan malam                                   : 40 baht
                                                            ——————
Total                                                     1.304,5 baht (tidak termasuk tiket pesawat, hostel & oleh-oleh)

*Day 3 (Khao Yai) will be posted soon

Senin, 06 Maret 2017

Sewa Motor di Mataram, Lombok

Untuk yang mau backpacking ke Lombok atau udah pernah pergi ke sana, pasti pernah ngalamin susahnya nyari sewa motor. Yup, I have experienced that. Setelah nyari ke sana ke mari, akhirnya nemu juga beberapa tempat persewaan motor di Lombok. List di bawah ini beberapa persewaan motor yang pernah aku kontak sebelumnya. Semoga bisa membantu ya!

1. Raja Transport Lombok
Persewaan ini mau menyewakan motornya untuk perhari lho (soalnya kebanyakan persewaan motor di Lombok menyewakan motornya minimal untuk 2 hari). Biaya sewa vario 125cc adalah 85.000 (plus 20.000 untuk biaya antar & jemput motor), dan untuk vario 150cc adalah 90.000 (plus 20.000 untuk biaya antar & jemput motor).
Alamat: Mataram, Lombok.
Kontak: 085253885253 (SMS/WhatsApp) atau add hanamursalina (LINE)
Website: http://rajatransportlombok.blogspot.co.id/

2. Lombok Motor Bike
Persewaan motor ini nggak perlu aku jelasin lagi ya. Bisa langsung cek website nya karena di situ udah lengkap banget kok.
Alamat: Jalan Swadaya, Mataram, Lombok.
Kontak:089508261519 (SMS/WhatsApp)
Website: https://www.lombokmotorbike.com/

3. Oka Homestay
Ini homestay yang banyak direkomendasikan sama backpacker karena harga roomnya yang cukup terjangkau. Selain itu, homestay ini juga menyewakan motor lho. Tapi sayangnya, persewaan motornya minimal 2 hari.
Alamat: Jalan Rapatmaja, Cilinaya, Cakranegara.
Kontak: 081999480100
Website: -

4. Hotel Internasional
Hotel Internasional ini juga penginapan yang nyediain persewaan motor. Lokasinya dekat dengan Oka Homestay. Kalau untuk harga, aku kurang tau karena belum pernah bener-bener ngontak hotel ini. Coba langsung dihubungi aja ya nomernya.
Alamat: Jalan Gelatik, Cakranegara.
Kontak: (0370) 631195
Website: -

Sekian list penyewaan motor di Lombok yang pernah aku hubungi. Semoga bisa membantu dan happy traveling!

Senin, 21 Maret 2016

Kirim Paket ke Luar Negeri Pakai EMS Pos Indonesia, Why Not?

It's been a looong time since the last time I opened this blog. Well, I'm grateful, it's still working hahaha.

Kali ini saya mau share pengalaman saya kirim dokumen ke luar negeri. Pasti banyak sekali teman-teman yang masih galau mau ambil jasa apa untuk kirim dokumen atau paket ke luar negeri, kan? Karena ke-galau-an itupun terjadi pada saya. *I know what you feel! Hahaha*

Saya termasuk salah satu dari sekian mbak-mbak onlineshop yang sering kirim paket dan saya lebih suka pakai Pos Indonesia. Kenapa? Karena ongkos kirim di Pos Indonesia itu dihitung pergram (bukan perkilo seperti JNE/TIKI). So, kalau mau kirim barang kurang dari sekilo, ongkos kirim jauh lebih terjangkau kalau pakai Pos Indonesia. Tapi, untuk kirim dokumen ke luar negeri, saya sama sekali belum punya pengalaman. Mau pakai Pos Indonesia lagi, saya masih ragu. Akhirnya, sebelum saya memutuskan untuk mengambil jasa apa, tentunya saya cari tahu dulu lewat internet.

Setelah membuka beberapa artikel, saya menjatuhkan pilihan ke Pos Indonesia lagi. Hmm.. EMS Pos Indonesia lebih tepatnya. Setia banget ya saya orangnya? Hahaha. Nope, I chose this service again because they offered affordable price.

Sebelum Anda berangkat ke kantor pos terdekat, baiknya anda cek di http://ems.posindonesia.co.id/ untuk ketentuan pengiriman dan http://ems.posindonesia.co.id/ratepiol.php untuk cek ongkos kirim ke negara tujuan paket anda dikirimkan. Waktu itu saya kirim dokumen ke Bangkok, Thailand dengan berat 156 gram dan ongkos kirim hanya Rp 137.196. Harga ini bisa dibandingkan dengan jasa kirim lainnya yang menurut saya jauh lebih mahal dari EMS Pos. Fyi, ongkos kirim EMS dalam mata uang US Dollar jadi tarifnya pun kompetitif.

Setelah memastikan bahwa paket saya terbungkus rapi dengan plastik, saya menyerahkan paket tersebut ke petugas. Petugas pun memberikan form yang harus diisi. Kurang lebih data yang harus diisi di form adalah data pengirim, data penerima, dan keterangan paket. Di keterangan paket nanti akan didetailkan paket kita isinya apa, terbuat dari apa, dan nilainya berapa. Karena paket saya cuma berisi dokumen dan cd, bagian nilai barang saya isi 0. Lebih baik, untuk mengirim paket ke luar negeri, anda mencari kantor pos besar atau kantor pos di kota karena dengar-dengar tidak semua kantor pos melayani customer dengan EMS.

Setelah paket saya percayakan ke petugas pos, di rumah saya rajin mengecek keberadaan paket saya. Untuk mengecek keberadaan paket, anda bisa mengakses http://ems.posindonesia.co.id/. Anda tinggal memasukkan no.barcode yang ada di resi anda. Saya mengirim paket tersebut tanggal 2 Maret, tetapi hingga tanggal 6 Maret status di web tersebut masih saja 'posting/collecting'. Padahal petugas kantor pos menjanjikan ke saya bahwa paket akan sampai dalam jangka waktu seminggu. Masak 4 hari setelah dikirim, statusnya masih 'posting/collecting'? Saya pun mulai khawatir dan menanyakannya ke official twitter Pos Indonesia, namun tidak ada tanggapan. Akhirnya saya mengirimkan keluhan ke Pos Indonesia melalui webnya di http://www.posindonesia.co.id/index.php/loginall-comuser-views/kontak-kami/keluhan-2 dan direspon melalui e-mail, tetapi responnya pun tidak memuaskan. Syukurlah, bagian administrasi di Thailand mengabari saya bahwa paket saya sudah sampai.

Saya masih penasaran, paket saya sudah sampai tapi kok di webnya statusnya masih 'posting/collecting' ya? Sistemnya yang error atau bagaimana? Akhirnya, besok paginya saya cek lagi di web ems dan statusnya 'final delivery'. Hmm.. Sepertinya memang sistemnya yang perlu diperbaiki ya. Untung pihak Thailandnya kasih kabar ke saya. Kalau tidak, mungkin saya sudah berprasangka buruk ke EMS Pos Indonesia.


Kurang lebih begitulah pengalaman saya pakai jasa EMS Pos Indonesia. So far, memuaskan kok pakai jasa Pos Indonesia, baik pengiriman ke dalam negeri maupun luar negeri. Ongkos kirimnya terjangkau. Selain itu, lumayan cepat juga waktu pengirimannya. Saya kirim paket dari Indonesia tanggal 2 Maret, sudah sampai di Thailand tanggal 7 Maret. Tidak sampai seminggu, paket sudah sampai. Mungkin bisa jadi catatan untuk EMS Pos Indonesia agar bisa memperbaiki sistemnya, jadi customernya pun tidak berburuk sangka hehehe.

Selasa, 07 April 2015

Berawal dari "Seandainya"

It's been a while, huh? Beberapa bulan ini waktuku memang terkuras untuk memikirkan dan melakukan ini itu. Sebenarnya, sekarang pun masih ada beberapa tanggung jawab yang harus segera diselesaikan, tapi entah kenapa rasanya ingin sekali menulis sesuatu. Menulis sesuatu di sini dan berharap siapapun membaca, lalu mengamini. Weird,  isn't  it?

Barusan, aku keluar untuk mengambil minum (fyi, it's 11 p.m), lalu entah kenapa melihat ke arah pintu. Aku membayangkan, bagaimana seandainya kalau tiba-tiba ada zombie masuk ke rumah lalu menyerang kami? Kemana aku dan keluarga harus bersembunyi? Di ruang tamu? Ah, di situ jendelanya lebar-lebar dan akan mudah dibobol zombie. Di kamar? Mungkin, tapi kamar adalah tempat yang akan diincar zombie karena mudah diakses. Lalu, dimana? Ah, loteng rumah! Tempatnya tinggi, akan sulit dijangkau zombie. Yah, walaupun gelap dan sedikit banyak tikus, but it's okay. Lalu, kalau kami sembunyi terus, apakah kami akan tetap hidup? Bagaimana seandainya kalau kami lapar? Haus? Kedinginan? Dengan cepat aku menggelengkan kepala, mikir apaan sih barusan -_-


Gara-gara zombie, aku jadi teringat dengan target capaian setiap tahun yang aku tulis di papan dekat meja belajar. Bisa jadi usiaku tidak panjang lagi, padahal aku masih memiliki banyak target yang harus dicapai. Ya, setiap tahun aku memang selalu memasang target. Kebiasaan ini dimulai saat aku memasuki bangku kuliah.


Di tahun pertama kuliah, target pertamaku adalah konsen belajar, lalu mendapat IP cum laude. Alhamdulillah, target itu terwujud. Target kedua adalah mengikuti kepanitiaan sebanyak-banyaknya. Yah, lumayan juga sih, di tahun pertama kuliah aku menjadi panitia di beberapa acara dan lumayan banyak pembelajaran yang aku dapatkan.

Di tahun kedua kuliah, target pertama adalah mendapat beasiswa. Ada beberapa buku yang ingin aku beli, tapi entah kenapa sungkan kalau mau minta ke orang tua. Alhamdulillah, aku sempat mendapatkan beasiswa KSE, walaupun cuma bertahan setahun dan gagal diperpanjang. Selain untuk beli buku, uangnya lumayan untuk ditabung hehe. Target kedua adalah aktif di organisasi kampus. Aku aktif di beberapa organisasi, baik dalam kampus dan luar kampus. Walaupun gara-gara kesibukan ini, aku sempat keluar-masuk klinik dokter gara-gara tekanan darah yang tidak terdeteksi alias tekanan darah rendah.

Nah, kali ini aku masuk di tahun ketiga kuliah. Hmm, ternyata cukup banyak target yang ingin aku capai. Belajar setir mobil, buat paspor, belajar Bahasa Mandarin/Korea, exchange ke universitas di Asia, dapat skor TOEFL, tapi di luar itu, aku sadar ada prioritas yang lebih penting, yaitu magang di lembaga riset/institusi pemerintah dan kejar tema skripsi (kalau bisa bonus hibah skripsi hehe). Dari sekian banyak keinginan, pasti ada beberapa yang menjadi prioritas dan itulah prioritasku.

Kenapa magang? Rasanya masih ada keragu-raguan dan pertanyaan setelah lulus mau jadi apa? Kerja dimana? Jujur, ada rasa takut ketika lulus nanti, aku mau kemana? Beberapa bulan lalu aku mendaftar magang di YouSure, tapi sayang, cuma lolos sampai tahap wawancara. Sempat diajak teman untuk magang di Kemenlu, tapi rasanya kemampuan bahasa asingku masih harus diasah lagi.  Sampai sekarang belum terpikir lagi mau magang dimana. Seandainya, aku bisa magang di lembaga riset/institusi pemerintahan.

Lalu, bagaimana dengan skripsi? Sebenarnya sih aku bukan tipe mahasiswa yang kejar lulus cepat. Ah, rasanya tidak ingin mengerjakan skripsi dengan tertekan dan penuh beban. Aku ingin mengerjakan skripsi dengan enjoy (tapi jangan sampai jadi veteran juga sih). Harapannya, skripsi yang aku kerjakan tidak hanya asal mengejar predikat 'lulus', tapi juga bisa bermanfaat bagi banyak orang. Syukur-syukur, kalau bisa dapat hibah skripsi dan hasil skripsi dibukukan. That's a big dream, indeed! Seandainya harapan-harapan ini bisa terwujud.

Semua target capaian pasti berawal dari kata "seandainya". Seperti halnya, seandainya zombie masuk ke rumah, lalu kami harus sembunyi dimana? Kata "seandainya" juga bisa menentukan takdir kita. Kalau sembunyi di ruang tamu nanti bagaimana? Atau kamar? Hmm, mungkin loteng?

Aku percaya kata "seandainya" bisa memberi kita rasa percaya diri dan suntikan semangat. Aku yakin kalau dulu Wright brothers sempat dijuluki sebagai orang sinting karena berani berkata seandainya manusia bisa diterbangkan dengan alat yang diadaptasi dari keseimbangan udara seekor burung. Tapi buktinya? Sekarang, siapa yang belum pernah melihat pesawat bolak-balik di atas kepalamu? Siapa yang sinting?

Ah, ya sudahlah, sudah malam. Aku hampir lupa kalau aku masih punya tanggung jawab yang harus segera diselesaikan. Terima kasih ya sudah membaca tulisan yang amburadul ini. Selamat tidur. Seandainya kamu dipanggil Tuhan saat tidur nanti, kami ingin bermimpi apa?

Rabu, 21 Januari 2015

The Royal Palace (Kraton) and Water Castle (Taman Sari) in Yogyakarta

Waktu liburan hanya dihabiskan dengan bermalas-malasan di rumah? Absolutely no! Saya percaya bahwa waktu liburan diberikan kepada Anda agar Anda dapat mengeksplorasi hal-hal baru. Dengan liburan, Anda dapat memanfaatkan indera dengan sebaik mungkin untuk menyadari hal-hal menakjubkan yang belum Anda sadari sebelumnya. Saya adalah tipe orang dengan obsesi besar untuk menjelajah banyak daerah. Tetapi, kalau Anda belum mengenal daerah sendiri, kenapa harus memaksakan kehendak untuk berlibur ke tempat jauh?

Yogyakarta, kota kelahiran saya, menyimpan sejuta tempat wisata yang menarik. Salah satunya adalah Kraton Yogyakarta, tempat tinggal Sultan dan Taman Sari, yang dulunya sempat menjadi tempat tinggal Sultan. Untuk mencapai kedua tempat ini, Anda bisa menggunakan Trans Jogja dengan jalur 3A (bisa tanya ke penjaga halte untuk transit) dengan membayar Rp 4.000,00 saja. Jika menggunakan Trans Jogja, Anda bisa turun di halte depan Benteng Vredeburg dan berjalan kaki sekitar 500 meter ke Kraton. Jika tidak mau berjalan kaki, maka Anda bisa memesan taksi atau becak. Harga becak bisa ditawar, tergantung kemampuan  Anda  menawar. Kalau taksi di Jogja, rekomendasi saya adalah Taksi Jas (no telp 0274 373737). Ini bukan iklan, lho. Menurut pengalaman saya, taksi ini cukup profesional. Terakhir kali saya menggunakan, argo minimumnya adalah Rp 25.000,00.

Pintu masuk Kraton Yogyakarta untuk tempat wisata dibagi menjadi dua. Pintu masuk pertama adalah kraton di samping alun-alun utara persis. Kraton ini biasanya digunakan untuk upacara kraton dan terdapat beberapa koleksi kereta. Kemudian, pintu masuk kedua adalah kraton yang berada di belakangnya. Jarak antara pintu masuk pertama dan kedua cukup dekat, sehingga bisa ditempuh dengan berjalan kaki.
Kraton dari depan
Saya pribadi tertarik memasuki Kraton Yogyakarta dengan pintu masuk kedua karena terdapat beberapa penampilan. Menurut info yang saya dapat, setiap Senin-Selasa terdapat penampilan gamelan; Rabu terdapat penampilan wayang golek; Kamis terdapat penampilan tari; Jumat terdapat penampilan macapat; Sabtu terdapat penampilan wayang kulit; dan Minggu terdapat penampilan tari dan wayang orang. Oh iya, tiket masuknya Rp 5.000,00 saja untuk wisatawan lokal; Rp 12.000,00 untuk wisatawan mancanegara; dan Rp 1.000,00 untuk yang membawa kamera. Selain dapat menikmati penampilan yang disajikan, kita dapat berinteraksi langsung dengan para abdi dalem yang wara-wiri bertelanjang kaki. Kita juga dapat menikmati koleksi Kraton, seperti batik, peralatan dapur, foto keluarga Sultan, dan koleksi lainnya.
Pertunjukan wayang golek yang saya kunjungi di hari Rabu
Ibunya jago membatik :)
Setelah puas berkeliling Kraton, saya mampir ke Bale Raos. Bale Raos adalah restoran yang (katanya) menyajikan masakan-masakan favorit keluarga kerajaan. Restoran ini berada persis di belakang Kraton (Jalan Magangan Kulon 1, Kraton. Telp 0274 415550). Begitu masuk restoran, Anda akan disapa oleh pelayan yang ramah. Dekorasi restoran ini memadukan kebudayaan Jawa di bangunannya dan modern di penataan mejanya. Menu Bale Raos yang disajikan adalah menu-menu tradisional, sejenis sate, bestik Jawa, rawon, beras kencur, dan lainnya. Range harga Bale Raos mulai Rp 6.000,00-Rp 50.000,00. Saya memesan Lombok kethok (daging dipotong-potong yang dimasak seperti rawon) Rp 27.000,00, nasi merah Rp 6.000,00, dan beras kencur Rp 9.000,00. Harga tersebut belum termasuk pajak. Kita juga akan mendapatkan air putih dan keripik singkong gratis. Walaupun porsi makanan yang kurang mengenyangkan di perut saya, namun rasa masakannya saya acungi jempol.
Lombok kethok dan nasi merah
Beras kencur
Perjalanan saya lanjutkan dengan berjalan kaki menuju Taman Sari. Saya cukup membayar Rp 5.000,00 saja. Beruntungnya, walaupun saya tidak meminta untuk ditemani oleh guide, tetapi salah seorang guide menghampiri saya dan mengajak saya berkeliling (thanks to Bapak Agus who accompanied me). Bapak Agus adalah salah satu guide yang ramah, murah senyum, pengertian menemani saya ke bagian-bagian Taman Sari yang kurang menarik perhatian pengunjung lainnya, dan sabar menjelaskan kepada saya setiap detail Taman Sari.

Dengan bersemangat, Bapak Agus menceritakan sejarah Taman Sari yang dibangun sejak Sri Sultan HB I dan digunakan untuk tempat beristirahat Sultan (bersama permaisuri dan selir-selirnya) hingga Sri Sultan HB III. Taman Sari mulai ditinggal oleh keluarga Sultan sekitar tahun 1800-an karena gempa bumi yang merusak beberapa bagian dari bangunan tersebut. Kenapa Taman Sari disebut juga sebagai water castle? Karena beberapa bangunan di Taman Sari didirikan di tengah danau. Diceritakan, dulu Sultan menggunakan perahu untuk berkeliling danau. Sayangnya, danau tersebut sekarang sudah kering dan digunakan untuk rumah warga. Padahal kalau danau tersebut masih ada, saya jamin pemandangan Taman Sari akan jauh lebih indah.
Bagian water castle yang atapnya rusak akibat gempa
Ternyata, dulu Sultan adalah seorang muslim yang taat. Bukannya saya meragukan keagamaan beliau, tetapi saya kira Kejawennya lebih kuat. Hal ini dibuktikan dengan masjid yang menjadi salah satu bagian dari Taman Sari. Masjid ini dibangun dua tingkat dengan bentuk melingkar. Bangunan dirancang sedemikian rupa, sehingga suara yang dihasilkan dari imam atau muazin dapat menggema (fyi, dulu, kan, belum ada pengeras suara). Antar bangunan di Taman Sari dihubungkan dengan terowongan bawah tanah yang kuat, sehingga sampai saat ini tidak retak atau rubuh.
Salah satu ruangan masjid yang melingkar
Undakan masjid
Sangat menyenangkan dapat mengeksplorasi Kraton dan Taman Sari sendirian. Ups, ya, saya berkeliling Kraton dan Taman Sari sendirian. Hmm, I believe, when you are alone, it doesn't mean you are lonely. Sometimes, you want to make a distance from people to see what you could not see before. Perhaps, you'll hear the song of birds, the whisper of trees, or the fight between cats, you'll never know. Traveling sendirian, akan membuat Anda sadar akan banyak hal. Bukan berarti Anda menjadi orang yang penyendiri, lho. Dengan sendirian, Anda akan mengenal lebih banyak orang baru, melihat dunia dengan sudut pandang baru, dan menyadari bahwa Anda adalah pribadi yang lebih mandiri. Cobalah sekali-kali!

Rabu, 13 Agustus 2014

Jalan-Jalan dan Wisata Kuliner di Malang

Liburan semester lalu sudah dihabiskan di Bali. Target liburan semester kali ini adalah Malang. Actually, tujuan awal ke Malang adalah backpacking. Tapi, godaan di sana terlalu banyak dan hasilnya adalah culinary travelling.

Hari Pertama

Kami pesan tiket untuk ke Malang cukup mendadak, yaitu seminggu sebelum keberangkatan. Hasilnya, tiket ekonomi habis dan harga untuk bisnis atau eksekutif pun relatif mahal. Kami dapat tiket berangkat, Yogyakarta ke Malang menggunakan eksekutif Malioboro Ekspres seharga Rp 250.000,00. Untuk pulangnya, Malang ke Yogyakarta menggunakan bisnis Malabar seharga sama, yaitu Rp 250.000,00. Tapi ya sudahlah. Karena beberapa keperluan, apa boleh buat.


Dari Yogyakarta, kami berangkat menuju Malang dengan Malioboro Ekspres pukul 20.15 dan sampai Malang pukul 03.50. Kami solat subuh dulu di Stasiun Malang. Lalu sekitar pukul 05.30 kami berjalan menelusuri Jalan Trunojoyo sampai pasar Klojen (keluar stasiun belok kanan). Sayangnya, pasar masih tutup huhu, padahal kami mau cari sarapan. Akhirnya kami kembali ke stasiun dan menemukan penjual soto di depan stasiun. Setelah cukup kenyang sarapan, kami berjalan menuju alun-alun yang berada tepat lurus di depan stasiun. Alun-alunnya baguuus.
Alun-alun Malang
Next, kami jalan kaki (lagi) menuju Hotel Margosuko yang ada di Jalan KH. Ahmad Dahlan. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, kami berniat untuk backpacking, oleh karenanya kami memilih hotel melati di tengah kota. Tapi, tampaknya kami sedang tidak beruntung. Kamar dengan kelas standar I & II yang seharga Rp 100.000,00 an sudah habis semua. Alhasil, kami terpaksa mengambil kelas superior seharga Rp 250.000,00 (double bed, kamar mandi dalam, TV, breakfast, air mineral setiap hari, dan AC).

Setelah mandi dan beristirahat, pukul 10.00 kami memutuskan untuk keliling Malang. Awalnya kami ingin merental motor, tapi karena weekend, motor yang direntalkan sudah habis. Akhirnya kami memutuskan untuk berjalan kaki. Kami menelusuri Jalan Agus Salim dan menemukan penjual bakso di pinggir jalan depan Gajah Mada Plaza. Karena bau bakso yang menggoda, akhirnya kami membeli bakso tersebut. Sayangnya, rasa bakso tidak seenak baunya. Padahal harga bakso cukup mahal, semangkuknya sekitar Rp 15.000,00.

Lalu kami melanjutkan perjalanan lagi melewati alun-alun Malang kedua di Jalan Merdeka. Tempatnya sangat rindang, sejuk, dan enak untuk duduk menikmati kota Malang. Kami melanjutkan perjalanan lagi hingga Jalan Basuki Rahmat dan mampir di Toko OEN. Mampir di Toko OEN seperti sedang berada di luar negeri karena mostly pengunjungnya adalah bule. Jadi harap maklum kalau harga makanan dan minuman di sini relatif mahal.
OEN Special (Rp 40.000,00)
Setelah menikmati es krim OEN, kami melanjutkan perjalanan menelusuri Jalan Kahuripan ke barat dan menemukan Lai-Lai Market Buah di Jalan Arjuno No 36. Saya sangat bahagia di sini karena bisa menemukan berbagai macam jajanan pasar Malang (yang tidak dapat ditemukan di Jogja), buah-buahan dan sayur-sayuran dalam negeri atau impor yang segar-segar, dan barang-barang impor yang cukup sulit ditemukan di Jogja. Kami langsung memborong beberapa jajanan pasar dan makanan lainnya.

Setelah cukup "cuci mata" di Lai-Lai, kami lanjut berjalan kaki ke Stadion Gajayana. Di sini kami beristirahat sejenak memakan makanan yang kami beli di Lai-Lai. Kami lanjut berjalan kaki lagi menuju Olympic Garden Mal yang ada di Jalan Kawi. Setelah itu, kami benar-benar lelah dan memutuskan untuk pulang. Kami berjalan kaki lagi menuju hotel. Entah sudah berapa kilometer jarak yang sudah kami tempuh dengan berjalan kaki.

Hari Kedua
Di hari kedua ini, kami sangat bersemangat karena kami akan menuju Batu. Hal yang saya sukai di Malang adalah angkot di Malang atau Batu cukup lengkap dan banyak, sehingga kita tidak perlu bingung soal transportasi. Untuk informasi angkot di Malang saya biasa akses di www.malang-guidance.com/jalur-dan-rute-angkutan-mikrolet-di-kota-malang/ . Kemudian untuk informasi angkot di Batu saya biasa akses di www.ngalam.web.id/read/2889/angkutan-kota-angkot-di-kota-batu/ . So far, info yang kami dapat cukup lengkap. Tapi, kalau anda menemukan sumber lain yang lebih terpercaya, silahkan.


Pertama, pukul 08.30 kami menuju ke Jatim Park 2. Dari hotel, kami berjalan kaki sedikit ke Jalan Hasyim Ashari dan mengambil angkot LG atau LDG (yang jelas angkot menuju terminal Landungsari). Ongkosnya Rp 3.500,00-Rp 4.000,00 perorang. Dari Landungsari, kami mengambil angkot BJL warna kuning. Angkot ini akan menurunkan kita persis di depan Jatim Park 2. Ongkosnya Rp 4.500,00-Rp 5.000,00 perorang. Untuk tiket Jatim Park 2, terdapat harga khusus, tergantung tujuan dan hari apa kita berkunjung. Karena kami berkunjung di hari Minggu dan memilih paket Batu Secret Zoo (kebun binatang) dan Museum Satwa (diorama satwa yang diawetkan), kami dikenakan harga tiket masuk Rp 100.000,00 perorang. Jika memilih ditambah dengan Eco Green Park (wisata ekologi), harga menjadi Rp 120.000,00 perorang. Kami mengunjungi Batu Secret Zoo terlebih dahulu. Jujur, so far Batu Secret Zoo adalah kebun binatang yang binatangnya sangat banyak dan sangat lengkap. Saya beberapa kali ngobrol dengan petugas kebun binatang dan kabarnya ada marmoset yang dibeli seharga 500 juta. Saya lihat, perawatan binatang-binatang ini juga cukup baik. Bahkan, sebagian besar makanan binatang ini diimpor dari luar agar binatang tersebut tetap sehat. Semoga saja ke depannya, perawatan binatang-binatang ini dilakukan sebaik mungkin. Selain itu, di dalam Batu Secret Zoo juga banyak wahana bermain.
So cute! Saya elus-elus terus dia, bahkan saya menempelkan dagu saya di kepalanya.
Saya sempat lupa bahwa dia adalah seekor harimau :p
Mengelilingi Batu Secret Zoo sejak pukul 10.00 hingga 14.00 membuat perut kami lapar. Kami makan di salah satu tempat makan yang menyajikan nasi kebuli. Karena saking pinginnya, saya menghabiskan Rp 30.000,00 untuk sepiring nasi kebuli+daging kambing. Walaupun mahal, nasi kebuli ini cukup enak dan porsinya juga banyak. Selanjutnya, kami memasuki Museum Satwa. Di museum ini saya sebenarnya sedikit bosan. Mungkin karena hanya melihat hewan-hewan yang diawetkan dan saya sudah melihat hewan aslinya di Batu Secret Zoo. Tapi, saya tetap acungi jempol untuk diorama-diorama yang disajikan.
Bangunan Museum Satwa yang mengingatkan saya dengan gedung MK
Setelah puas keliling-keliling Jatim Park 2, kami memutuskan untuk kembali ke Malang. Kami naik angkot BJL kuning untuk kembali ke Landungsari. Kemudian, kami mengambil angkot AL, menuju ke Pasar Klojen. Di pasar ini, kami membeli snack Malang yang enak, yaitu serabi, ketan, dan pethola yang disiram dengan santan manis. Snack ini seharga Rp 6.000,00 saja perporsi.
Ini enak :)
Setelah "ngemil", kami berjalan menelusuri Jalan Panglima Sudirman (menelusuri perumahan PT KAI) lalu menuju ke stasiun. Di depan stasiun, kami menemukan warung bakso (yang katanya enak), bernama warung bakso Pak Dulmanan (keluar stasiun belok kiri). Menurut saya, bakso ini cukup enak. Setelah kenyang, kami akhirnya kembali ke hotel.
Harga bakso di warung Pak Dulmanan

Hari Ketiga
Seharusnya hari ini kami langsung ke stasiun untuk pulang ke Jogja karena kereta yang akan kami naiki berangkat pukul 14.30. Tapi, kami memaksakan diri untuk ke Selecta. Pagi-pagi pukul 08.30 kami berangkat menuju Landungsari dengan angkot LG atau LDG. Kemudian, dari Landungsari kami mengambil angkot BL warna ungu muda yang langsung mengantarkan kami ke terminal Batu. Dari terminal Batu, kami mengambil angkot BSS warna oranye yang mengantarkan kami ke Selecta. Tiket masuk ke Selecta sebesar Rp 20.000,00. Saya sebagai pecinta keindahan sangat senang bisa mengunjungi Selecta. Di sini kami disuguhkan pemandangan bunga-bunga dengan hawa sejuk khas Batu.
Selecta
Di Selecta juga terdapat banyak wahana permainan, termasuk wahana permainan air
Setelah puas keliling Selecta, kami memutuskan untuk pulang dengan mengambil angkot yang sama. Namun, di tengah perjalanan menuju ke Malang, jalanan macet total. Ternyata hari itu (11 Agustus) adalah hari ulang tahun Arema, klub sepak bola kebanggaan Malang. Pada saat itu jam sudah menunjukkan pukul 12.00, sedangkan kereta yang akan mengantarkan kami pulang ke Jogja akan berangkat pukul 14.30. Si supir angkot meramalkan bahwa macet akan terjadi berjam-jam. Akhirnya, dengan penuh simpati pak supir, kami diturunkan di pos ojek terdekat. Awalnya, tukang ojek di situ enggan mengantarkan kami karena macet yang luar biasa. Namun, berkat bujukan supir angkot yang baik hati, akhirnya pak ojek mau mengantarkan kami (Rp 20.000,00 permotor).

Sesampainya di Stasiun Malang (pukul 13.00), jalanan depan stasiun sangat ramai dengan fans Arema. Mereka memadati jalan dengan spanduk dan kendaraan yang sudah dipasangi alat musik. Mereka menabuh dan menyanyikan lagu-lagu penyemangat Arema. Jujur, baru kali ini saya melihat euforia fans sepak bola secara langsung di depan mata saya.

Fans Arema yang memadati jalan dan membuat jalanan macet
Sebelum masuk stasiun, kami makan siang terlebih dahulu di tempat makan di depan stasiun. Saya lupa nama tempat makan ini, yang jelas masakannya cukup enak dan menjual berbagai macam makanan, seperti soto, ayam goreng, mie ayam, dan sebagainya.
Daftar menu tempat makan di depan stasiun (keluar stasiun belok kanan)
Setelah kenyang, kami akhirnya memasuki stasiun dan melanjutkan perjalanan ke Jogja. Walaupun tujuan awal kami (backpacking) tidak tercapai, namun kami cukup puas dengan mencoba berbagai macam kuliner di Malang. Udara yang sejuk dan orang Malang yang rendah hati juga membuat kami ingin kembali lagi ke Malang. Sepertinya Malang cocok digunakan sebagai kota untuk menghabiskan masa tua (walaupun sekarang saya masih sangat muda) :-)

Senin, 21 Juli 2014

Tips Semi - Backpacking Murah ke Bali (Bagi Pemula)

Bali adalah salah satu destinasi bagi wisatawan domestik atau mancanegara, betul? UAS berlalu dan liburan datang. Sebelum menyambut semester 4, bolehlah jalan-jalan ke Bali dulu. Niatnya sih mau backpacking ke sana, tapi karena baru pertama kali backpacking, alhasil jadinya semi-backpacking.

Hari Pertama
Dari Yogyakarta, kami naik kereta ekonomi Sri Tanjung dari Stasiun Lempuyangan menuju ke Stasiun Surabaya Gubeng Lama. Harga tiket Sri Tanjung Rp 55.000,00/orang dewasa saja. Sebenarnya, kami bisa saja meneruskan perjalanan menuju Banyuwangi menggunakan Sri Tanjung, tapi kami ingin jalan-jalan dulu di Surabaya. Mumpung mampir hehehe. Kami berangkat pukul 07.45 dan sampai di Surabaya sekitar pukul 15.45. Kami solat terlebih dahulu di stasiun. Perjalanan yang ditempuh selama 8 jam membuat perut kami lapar. Akhirnya kami singgah di Warung Sederhana Gubeng Pojok. Warung ini terletak tepat di sebelah selatan stasiun, jadi masih sekomplek dengan stasiun. Kalau bingung bisa tanya penduduk setempat karena warung ini cukup terkenal dengan kulinernya. Harga makanannya relatif terjangkau. Harga makanan, seperti soto, rawon, krengsengan (semacam oseng-oseng hati ayam), dll sekitar Rp 10.000,00/porsi. Harga minuman, seperti es teh, es jeruk, dll sekitar Rp 2.000,00.
(Angsle)
(Krengsengan)
Sambil menunggu kereta Mutiara Timur yang akan mengantar kami menuju Banyuwangi, kami jalan-jalan di kota Surabaya. Tidak jauh-jauh, kami berjalan sekitar 10 menit menuju Plaza Surabaya, mal yang cukup ramai di Surabaya. Menuju Plaza Surabaya, kita juga melewati delta yang terkenal dengan museum kapal selam di sebelahnya. Di Plaza Surabaya, kami membeli beberapa roti dan buah-buahan untuk sarapan keesokan harinya dan mencoba kuliner Surabaya lain, yaitu angsle. Angsle adalah minuman khas (mirip ronde) yang terdiri atas roti tawar, kacang merah, tape, kuahnya semacam santan. Kalau ke Jawa Timur, memang wajib hukumnya mencoba angsle. Harga angsle umumnya juga murah, sekitar Rp 5.000,00/porsi.
(Delta-Difoto dari jembatan)
Karena maghrib menjelang, kami solat dulu di masjid Gubeng (dekat stasiun Surabaya Gubeng Baru). Setelah itu, kami mencari makan malam. Kami menemukan pedagang kaki lima yang menjual ayam goreng, bebek goreng, lele goreng di seberang masjid gubeng. Nasi yang banyak dan bebek goreng yang lezat dengan harga yang relatif terjangkau (Rp8.000,00-Rp13.000,00/porsi) membuat kami puas. Fyi, dari stasiun hingga jalan-jalan ke Plaza Surabaya, dan kembali lagi ke stasiun kami tempuh dengan berjalan kaki. Jarak antara tempat-tempat ini memang relatif dekat. Tapi, saya sarankan hati-hati ketika menyeberang jalan di depan Stasiun Gubeng karena jalanan sangat ramai dan kami agak bingung dengan traffic lightnya.

Akhirnya, pukul 22.00 kami berangkat menuju Banyuwangi dari Stasiun Surabaya Gubeng Baru menggunakan kereta bisnis Mutiara Timur Malam. Harga tiket kereta bisnis Mutiara Timur Malam Rp 110.000,00/orang dewasa. Saya sarankan, jika berangkat langsung dari Surabaya, lebih baik beli tiket langsung Surabaya-Denpasar, karena sebenarnya PT KAI menyediakan bus Damri dari Banyuwangi ke Denpasar. Tapi, karena saya pesan tiketnya di Yogyakarta, akhirnya kami hanya membeli tiket Surabaya-Banyuwangi. Lebih hemat lagi kalau anda bisa kuat naik Sri Tanjung dari Yogyakarta langsung ke Banyuwangi.

Hari Kedua
Kereta Mutiara Timur Malam mengantarkan kami ke Stasiun Banyuwangi sekitar pukul 04.30. Begitu keluar stasiun, kami disambut oleh calo yang menawarkan tiket bis menuju Denpasar dengan harga lumayan mahal. Jika pandai menawar, harga bis Rp 50.000,00/orang pun bisa didapat. Tetapi, karena kami sudah lelah, maka ketika calo menawarkan harga bis Rp 70.000,00/orang pun akhirnya terpaksa kami terima. Dari Stasiun Banyuwangi menuju ke pelabuhan kami tempuh menggunakan becak seharga Rp 10.000,00. Sebenarnya kalau jalan kaki pun bisa karena jarak dari stasiun ke Pelabuhan Ketapang cukup dekat. Kami terpaksa naik becak karena takut ketinggalan kapal karena kami juga belum solat subuh.


Sesampainya di pelabuhan, kami langsung membeli tiket kapal seharga Rp 7.500,00/orang dan cepat-cepat menuju musolla untuk solat subuh. Setelah solat, kami berlari-lari menuju kapal karena kata calo yang bersangkutan, kapal yang akan kami naiki segera berangkat. Di atas kapal, kami menikmati angin laut pagi dan matahari terbit. Sayangnya, matahari tampak malu-malu menampakkan sinarnya karena langit pada pagi itu sedikit berawan. Saya sarankan ketika di kapal, berkumpullah dengan banyak orang karena beberapa kali saya mendengar kasus pencopetan atau ancaman dilakukan di atas kapal. Percaya dirilah dan jangan terlihat gugup.
(Selat Bali)
Kami turun dari kapal menggunakan bis yang tadi kami bayar melalui calo. Jangan lupa siapkan KTP begitu keluar pelabuhan karena setiap orang yang memasuki tanah Bali selalu dicek tanda pengenalnya. Menurut saya ini dampak traumatik dari insiden bom Bali. Perjalanan dari Pelabuhan Gilimanuk menuju Terminal Ubung cukup jauh. Oya, saya sarankan sebelum memilih bis yang akan dinaiki, bertanyalah terlebih dahulu apakah bis tersebut berhenti di Ubung atau tidak. Akan lebih baik jika bis tersebut langsung mengantar ke Denpasar, tapi biasanya hal ini jarang terjadi. Di sepanjang perjalanan, kita disuguhkan dengan pemandangan Bali yang khas, yaitu rumah-rumah dengan tempat peribadatan di depannya. Hal ini jarang sekali kita temukan di Pulau Jawa.

Begitu sampai di Ubung, saya sarankan mengambil angkot menuju ke Tegal. Kemudian dari Tegal, ambil angkot menuju ke Kute. Tetapi, ketika kami sampai di Ubung, hal ini sulit kami wujudkan karena kami sulit mendapat angkot menuju ke Tegal. Mungkin kami kurang beruntung. Akhirnya, ada angkot kosong yang kebetulan supirnya adalah mantan tour guide. Kami diantarkan oleh supir angkot tersebut langsung menuju Kute di daerah Monumen Bom Bali dengan biaya Rp 70.000,00, harga yang lumayan mahal.

Sesampainya di Monumen Bom Bali sekitar pukul 14.00, kami dengan mudah menemukan Jalan Poppies Lane II (tepat di depan Monumen Bom Bali). Kami langsung memasuki gang tersebut dan dengan mudah menemukan Losmen Arthawan di kiri jalan. Fyi, losmen ini adalah penginapan yang sering direkomendasikan oleh para backpacker. Dengan harga Rp 100.000,00/malam, kami bisa mendapatkan satu kamar double bed dengan kamar mandi dalam, fan, dan sarapan (pilih antara pancake atau roti). Di Arthawan juga disediakan rental motor Rp 50.000,00/24 jam. Tetapi ingat, begitu rental motor, harus cepat-cepat diisi bensinnya karena motor tersebut direntalkan dengan bensin hampir kosong. Rental motor juga sudah termasuk 2 helm. Saya anjurkan juga bawa mantol dari rumah, jaga-jaga kalau di rental motor tidak disediakan jas hujan.

Setelah istirahat beberapa jam, sore harinya kami berjalan-jalan ke Pantai Kuta. Jarak tempuh dari Arthawan hingga ke Kuta hanya sekitar 5 menit berjalan kaki. Sepanjang jalan kita juga disuguhi dengan berbagai macam oleh-oleh yang dijual oleh masyarakat lokal Bali. Kami juga mampir ke Beachwalk Mall yang terletak di seberang Pantai Kuta persis. Mal ini saya rekomendasikan karena memiliki view yang bagus. Tetapi, jika anda berniat backpacking, saya tidak menyarankan anda untuk berbelanja di sini karena harga barang-barangnya cukup mahal. Untuk makan, saya sarankan untuk membeli masakan padang yang cenderung murah. Masakan padang dapat ditemukan di sepanjang Jalan Raya Kuta. Bagi anda yang beragama Islam, menemukan makanan halal dan murah di sekitar Jalan Legian akan cukup sulit.

Hari Ketiga
Pagi-pagi kami sudah merental motor, langsung mengisi bensin, dan langsung meluncur ke Tanah Lot. Tarif masuk ke Tanah Lot adalah Rp 10.000,00/orang. Sayangnya, kami ke Bali bersamaan dengan Hari Raya Imlek, sehingga Tanah Lot dipenuhi turis-turis asing. Ketika kami ke sini, sedang ada ibadah yang dilakukan oleh masyarakat setempat, sehingga kami turut merasakan kekhusyukan ibadah mereka. Tanah Lot akan lebih indah lagi, jika anda mengunjunginya di saat pengunjungnya tidak terlalu padat. Selain itu, saya anjurkan jangan makan siang di kompleks Tanah Lot karena harga makanannya cukup mahal. Kami membeli soto daging dengan harga Rp 30.000,00/porsi di kompleks Tanah Lot tersebut. Kapok..
(Their Beliefs)
Dari Tanah Lot, kami keliling mencari oleh-oleh. Kami sempat nyasar untuk menemukan alamat pie susu Dhian (lokasinya bisa cari di Google). Saran saya, sebelum membeli, pesan pie susunya terlebih dulu. Karena kalau langsung membeli, biasanya stok pie susunya sudah habis. Kami juga sempat ke Krisna dan Joger untuk membeli oleh-oleh untuk teman dan keluarga. Sebenarnya kalau mau benar-benar backpacking, saya anjurkan tidak usah membeli oleh-oleh. Oleh-oleh Bali memang cukup mahal dan cukup menguras kantong.

Hari Keempat
Kali ini kami juga berangkat pagi-pagi dengan rental motor. Tujuan pertama kami adalah Tanjung Benoa. Untuk menuju ke Tanjung Benoa bisa ditempuh melalui Jalan Sunset Road. Untuk yang benar-benar backpacking, saya tidak menganjurkan untuk pergi ke Tanjung Benoa karena hiburan di Tanjung Benoa cukup mahal, seperti banana boat, dan sejenisnya. Tetapi, kalau waktunya masih sisa tidak ada salahnya jalan-jalan ke Tanjung Benoa karena sepanjang perjalanan kita disuguhi dengan pemandangan hutan bakaunya dan villa di kanan dan kiri jalan. Di sini kami juga menemukan fakta unik bahwa sebenarnya tukang parkir di Bali tidak sebanyak tukang parkir di Jogja. Sesampainya di Tanjung Benoa kami kebingungan mencari tempat parkir dan seorang ibu-ibu penjual kelapa muda menyuruh kami untuk memarkir motor di bawah pohon kelapa. Kami sempat takut karena tidak ada tukang parkir yang menjaga. Tetapi, ternyata parkir motor di Bali tanpa tukang parkir aman-aman saja. Bahkan, kami sempat melihat mobil kosong dengan kaca mobilnya yang terbuka dibiarkan saja. Oya, setau saya, seluruh pantai di Bali free, alias tidak ada tiket masuk, termasuk di Tanjung Benoa. Para backpacker yang cinta pantai bisa bebas keluar masuk pantai manapun di Bali.
(Janur pernikahan di Bali)
(Salah satu permainan di Tanjung Benoa)
Next, kami menuju ke Uluwatu.Tempat ini salah satu favorit kami karena pemandangannya yang benar-benar menakjubkan. Kita bisa melihat deburan ombak yang mengenai tebing dan pura-pura yang berdiri kokoh dengan uniknya. Monyet-monyet yang berada di Uluwatu juga memberikan atraksi menarik, seperti rebutan pisang atau berenang di kolam sambil bergelantungan dari pohon satu ke pohon lain. Tetapi, kita harus tetap hati-hati karena kalau kita menaruh kamera atau topi atau barang ringan lainnya sembarangan, monyet-monyet ini akan dengan jahil mengambil barang kita. Untuk berjaga-jaga, lebih baik membawa kayu atau ranting panjang untuk mengusir monyet yang berniat jahil kepada kita. Tarif masuk Uluwatu adalah Rp 15.000,00/orang. Saran saya, ketika ditawari untuk membeli pisang yang dipotong-potong, lebih baik ditolak dengan halus. Selain membayar lebih mahal untuk pisang tersebut, di dalam Uluwatu, para monyetpun sepertinya sudah kenyang dan tidak begitu berminat memakan pisang yang kita bawa. Saya anjurkan untuk membeli kelapa muda di kompleks Uluwatu karena pengalaman saya ketika membeli kelapa muda di situ tidak mengecewakan.
(Indahnya Uluwatu)
(Salah satu keunikan di Uluwatu)
Sorenya, kami menempuh perjalanan ke Kute dengan melewati Jimbaran dan GWK. Kami memutuskan untuk kembali ke Kute. Di Pantai Kute, kami melihat sunset dan berjalan-jalan keliling Kute sampai kami bosan. Jangan lupa juga untuk berfoto di depan Monumen Bom Bali untuk merasakan bagaimana rasanya benar-benar menjadi turis.
(Sunset di Pantai Kute)

Hari Kelima
Hari terakhir di Bali, kami berkemas pulang. Untuk kembali ke Jogja, kami memutuskan untuk naik pesawat. Jarak dari Arthawan ke Bandara Ngurah Rai cukup dekat. Pesawat kami take off pukul 08.00, sehingga pukul 06.30 kami sudah keluar hotel. Untuk menuju ke bandara, kami memilih naik taksi dengan mengeluarkan ongkos Rp 40.000,00 (sudah termasuk karcis taksi memasuki area bandara). Sebelum check in, kami membeli sarapan di Bangi Kopitiam (teh tariknya recommended). Akhirnya, kami pulang menuju Jogja. Sesampainya di Bandara Adi Sucipto, kami langsung menuju ke Stasiun Maguwoharjo yang jaraknya hanya beberapa meter dari bandara. Kami naik Prameks menuju Stasiun Lempuyangan dengan tiket Rp 8.000,00/orang dewasa.

(Teh tariknya nyaman)
Begitulah semi-backpacking kami. Over all, saya lebih suka liburan dengan cara seperti ini dari pada memakai travel agent. Selain menghemat uang, kita juga bisa lebih merasakan sense dari liburan tersebut. Tanpa oleh-oleh, liburan semi-backpacking ke Bali mungkin menghabiskan sekitar Rp 1.000.000,00-Rp 1.500.000,00/orang dewasa. Bisa lebih menghemat lagi kalau tidak perlu mampir Surabaya dan PP naik kereta-kapal-bis, tetapi tentu sangat melelahkan. Sebagai semi-backpackers pemula, saya anjurkan untuk membawa barang-barang penting, seperti KTP (harus ada di dompet setiap saat ya), peta (dan kalau bisa alat elektronik yang memiliki fasilitas gps di dalamnya), tisu basah & kering, mantol, masker & kaca mata hitam (untuk perjalanan menggunakan motor), P3K (obat tetes mata cukup penting), kaos kaki (bagi perempuan yang tidak ingin kakinya belang), sepatu yang nyaman di kaki, kamera untuk mengabadikan momen-momen menarik, selimut (untuk alas tidur bagi yang kulitnya sensitif), dan barang-barang pribadi lain yang dibutuhkan (seperti pakaian, dsb). Gunakanlah tas ransel agar nyaman dibawa kemana-mana dan tas kecil untuk menyimpan barang-barang penting, seperti dompet dan handphone. Pasanglah ekspresi wajah dan bahasa tubuh sepercaya diri mungkin, seakan-akan anda adalah orang asli Bali agar tidak mudah ditipu. Selain itu, pakai pakaian sederhana dan aksesoris seminimal mungkin agar tidak menarik perhatian orang yang tidak bertanggung jawab. Liburan tidak perlu mahal kok, tinggal bagaimana kita pandai-pandai mengelola uangnya. Selamat liburan! :-)